Minggu, 18 Oktober 2015

PENGENALAN FILSAFAT

A.   FILSAFAT
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.
                                              
Kata filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab    فلسفة. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia.  Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan kata aslinya, yang diambil dari bahasa Yunani (philosophia). Arti harafiahnya adalah seorang "pencinta kebijaksanaan" atau "ilmu".

B.     ILMU PENGETAHUAN SEBAGAI SKETSA UMUM PENGANTAR UNTUK MEMAHAMI FILSAFAT ILMU
Filsafat Ilmu sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Alam
 Frank (dalam Soeparmo, 1984), dengan mengambil sebuah rantai sebagai perbandingan, menjelaskan bahwa fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah mengembangkan pengertian tentang strategi dan taktik ilmu pengetahuan alam. Rantai tersebut sebelum tahun 1600, menghubungkan filsafat disatu pangkal dan ilmu pengetahuan alam di ujung lain secara berkesinambungan. Sesudah tahun 1600, rantai itu putus. Ilmu pengetahuan alam memisahkan diri dari filsafat. Ilmu pengetahuan alam menempuh jalan praktis dalam menurunkan hukum-hukumnya. Menurut Frank, fungsi filsafat ilmu pengetahuan alam adalah menjembatani putusnya rantai tersebut dan menunjukkan bagaimana seseorang beranjak dari pandangan common sense (pra-pengetahuan) ke prinsip-prinsip umum ilmu pengetahuan alam. Filsafat ilmu pengetahuan alam bertanggung jawab untuk membentuk kesatuan pandangan dunia yang di dalamnya ilmu pengetahuan alam, filsafat dan kemanusian mempunyai hubungan erat.

 Sastrapratedja (1997), mengemukakan bahwa ilmu-ilmu alam secara fundamental dan struktural diarahkan pada produksi pengetahuan teknis dan yang dapat digunakan. Ilmu pengetahuan alam merupakan bentuk refleksif (relefxion form) dari proses belajar yang ada dalam struktur tindakan instrumentasi, yaitu tindakan yang ditujukan untuk mengendalikan kondisi eksternal manusia. Ilmu pengetahuan alam terkait dengan kepentingan dalam meramal (memprediksi) dan mengendalikan proses alam. Positivisme menyamakan rasionalitas dengan rasionalitas teknis dan ilmu pengetahuan dengan ilmu pengetahuan alam.

 Menurut Van Melsen (1985), ciri khas pertama yang menandai ilmu alam ialah bahwa ilmu itu melukiskan kenyataan menurut aspek-aspek yang mengizinkan registrasi inderawi yang langsung. Hal kedua yang penting mengenai registrasi ini adalah bahwa dalam keadaan ilmu alam sekarang ini registrasi itu tidak menyangkut pengamatan terhadap benda-benda dan gejala-gejala alamiah, sebagaimana spontan disajikan kepada kita. Yang diregistrasi dalam eksperimen adalah cara benda-benda bereaksi atas “campur tangan” eksperimental kita. Eksperimentasi yang aktif itu memungkinkan suatu analisis jauh lebih teliti terhadap banyak faktor yang dalam pengamatan konkrit selalu terdapat bersama-sama. Tanpa pengamatan eksperimental kita tidak akan tahu menahu tentang elektron-elektron dan bagian-bagian elementer lainnya.

 Ilmu pengetahuan alam mulai berdiri sendiri sejak abad ke 17. Kemudian pada tahun 1853, Auguste Comte mengadakan penggolongan ilmu pengetahuan. Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dilakukan oleh Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996), sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Dengan mempelajari gejala-gejala yang paling sederhana dan paling umum secara lebih tenang dan rasional, kita akan memperoleh landasan baru bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang saling berkaitan untuk dapat berkembang secara lebih cepat. Dalam penggolongan ilmu pengetahuan tersebut, dimulai dari Matematika, Astronomi, Fisika, Ilmu Kimia, Biologi dan Sosilogi. Ilmu Kimia diurutkan dalam urutan keempat.

 Penggolongan tersebut didasarkan pada urutan tata jenjang, asas ketergantungan dan ukuran kesederhanaan. Dalam urutan itu, setiap ilmu yang terdahulu adalah lebih tua sejarahnya, secara logis lebih sederhana dan lebih luas penerapannya daripada setiap ilmu yang dibelakangnya (The Liang Gie, 1999).

 Pada pengelompokkan tersebut, meskipun tidak dijelaskan induk dari setiap ilmu tetapi dalam kenyataannya sekarang bahwa fisika, kimia dan biologi adalah bagian dari kelompok ilmu pengetahuan alam.

 Ilmu kimia adalah suatu ilmu yang mempelajari perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi. Menurut ensiklopedi ilmu (dalam The Liang Gie, 1999), ilmu kimia dapat digolongkan ke dalam beberapa sub-sub ilmu yakni: kimia an organik, kimia organik, kimia analitis, kimia fisik serta kimia nuklir.

 Selanjutnya Auguste Comte (dalam Koento Wibisono, 1996) memberi efinisi tentang ilmu kimia sebagai “… that it relates to the law of the phenomena of composition and decomposition, which result from the molecular and specific mutual action of different subtances, natural or artificial” ( arti harafiahnya kira-kira adalah ilmu yang berhubungan dengan hukum gejala komposisi dan dekomposisi dari zat-zat yang terjadi secara alami maupun sintetik). Untuk itu pendekatan yang dipergunakan dalam ilmu kimia tidak saja melalui pengamatan (observasi) dan percobaan (eksperimen), melainkan juga dengan perbandingan (komparasi).

 Jika melihat dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan alam, pada mulanya orang tetap mempertahankan penggunaan nama/istilah filsafat alam bagi ilmu pengetahuan alam. Hal ini dapat dilihat dari judul karya utama dari pelopor ahli kimia yaitu John Dalton: New Princiles of Chemical Philosophy.

 Berdasarkan hal tersebut maka sangatlah beralasan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak terlepas dari hubungan dengan ilmu induknya yaitu filsafat. Untuk itu diharapkan uraian ini dapat memberikan dasar bagi para ilmuan IPA dalam merenungkan kembali sejarah perkembangan ilmu alam dan dalam pengembangan ilmu IPA selanjutnya.

C.     FENOMENOLOGI PENGETAHUAN DAN ILMU
Fenomenologi (Inggris: Phenomenology) berasal dari bahasa Yunani phainomenon dan logos. Phainomenon berarti tampak dan phainen berarti memperlihatkan. Sedangkan logos berarti kata, ucapan, rasio, pertimbangan. Dengan demikian, fenomenologi secara umum dapat diartikan sebagai kajian terhadap fenomena atau apa-apa yang nampak. Lorens Bagus memberikan dua pengertian terhadap fenomenologi. Dalam arti luas, fenomenologi berarti ilmu tentang gejala-gejala atau apa saja yang tampak. Dalam arti sempit, ilmu tentang gejala-gejala yang menampakkan diri pada kesadaran kita.

Sebagai sebuah arah baru dalam filsafat, fenomenologi dimulai oleh Edmund Husserl (1859 – 1938), untuk mematok suatu dasar yang tak dapat dibantah, ia memakai apa yang disebutnya metode fenomenologis. Ia kemudian dikenal sebagai tokoh besar dalam mengembangkan fenomenologi. Namun istilah fenomenologi itu sendiri sudah ada sebelum Husserl. Istilah fenomenologi secara filosofis pertama kali dipakai oleh J.H. Lambert (1764). Dia memasukkan dalam kebenaran (alethiologia), ajaran mengenai gejala (fenomenologia). Maksudnya adalah menemukan sebab-sebab subjektif dan objektif ciri-ciri bayangan objek pengalaman inderawi (fenomen).

Fenomenologi berkembang sebagai metode untuk mendekati fenomena-fenomena dalam kemurniannya. Fenomena disini dipahami sebagai segala sesuatu yang dengan suatu cara tertentu tampil dalam kesadaran kita. Baik berupa sesuatu sebagai hasil rekaan maupun berupa sesuatu yang nyata, yang berupa gagasan maupun kenyataan. Yang penting ialah pengembangan suatu metode yang tidak memalsukan fenomena, melainkan dapat mendeskripsikannya seperti penampilannya tanpa prasangka sama sekali. Seorang fenomenolog hendak menanggalkan segenap teori, praanggapan serta prasangka, agar dapat memahami fenomena sebagaimana adanya: "Zu den Sachen Selbst" (kembali kepada bendanya sendiri).

Tugas utama fenomenologi menurut Husserl adalah menjalin keterkaitan manusia dengan realitas. Bagi Husserl, realitas bukan suatu yang berbeda pada dirinya lepas dari manusia yang mengamati. Realitas itu mewujudkan diri, atau menurut ungkapan Martin Heideger, yang juga seorang fenomenolog: “Sifat realitas itu membutuhkan keberadaan manusia”. Filsafat fenomenologi berusaha untuk mencapai pengertian yang sebenarnya dengan cara menerobos semua fenomena yang menampakkan diri menuju kepada bendanya yang sebenarnya. Usaha inilah yang dinamakan untuk mencapai “Hakikat segala sesuatu”.

D.    FILSAFAT PENGETAHUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
                Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya. Sedangkan Ilmu Pengetahauan adalah keseluruhan sistem pengetahuan manusia yang telah di bakukan secara sistematis. Ini berarti pengetahuan lebih spontan sifatnya, sedangkan Ilmu Pengetahuan lebih sistematis dan reflektif. Dengan demikian, pengetahuan mencakup segala sesuatu yang di ketahui manusia tanpa perlu berarti telah di bakukan secara sistematis. Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu. Juga, mencakup praktek atau kemampuan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum di bakukan secara sistematis dan metodis.
              Filsafat ilmu pengetahuan adalah cabang filsafat yang mempersoalkan dan mengkaji segala persoalan yang berkaitan dengan ilmu penegtahuan.
       Sebelum munculnya ilmu pengetahuan, manusia telah berupaya menjelaskan dan memahami berbagai peristiwa tersebut melalui apa yang dikenal sebagai mitos atau cerita dongeng. Melalui cerita-cerita dongeng, manusia berupaya menjelaskan secara masuk akal (reasonable) makna berbagai peristiwa dan keterkaitannya dengan peristiwa lainnya. Melalui mitos-mitos itu manusia lalu memahami pada tingkat yang sangat sederhana, misalnya, dari mana asal usul bumi ini, dari mana munculnya manusia, bagaimana terjadinya gempa, guntur, kilat, dan seterusnya. Dengan pemahaman yang sangat sederhana itu, mereka dapat menata kehidupannya secara lebih baik.
       Melalui ilmu pengetahuan, berbagai peristiwa alam semesta lalu di jelaskan secara lain dalam kerangka teori atau hukum ilmiah yang lebih masuk akal, dan klebih biasa dibuktikan dengan berbagai perangkat metodis yang berkembang kemudian sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.

Sabtu, 10 Oktober 2015

KONSEP DASAR ETIKA UMUM

L. Hak dan Kewajiban
Konsep dasar Hak dan Kewajiban
Hak adalah sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb); kekuasaan yg benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.
Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan).
M. Menjadi Manusia yang baik
Konsep dasar menjadi manusia yang baik
Menjadi manusia yang baik memiliki beberapa syarat utama yaitu :
1.      Pengetahuan yang Luas
Pengetahuan yang luas merupakan syarat utama bagi Anda yang ingin memaksimalkan kinerja jiwa dan akal Anda untuk menjadi orang baik.
2.      Pahami Konsep Takdir
Maksudnya agar Anda tidak cengeng dan berputus asa dalam menghadapi realitas hidup yang ada, juga tidak berkeluh kesah atau cenderung menyalahkan orang lain atas keadaan buruk yang menimpa.
3.      Kunci Kebaikan
Kunci kebaikan itu adalah DISIPLIN terhadap pengetahuan agama.
Yakni dalam bentuk pelaksanaan aturan-aturan yang telah diperintahkan dalam agama dan menjauhi apa yang dilarang olehnya.
4.      Tak Ada Level Aman
Maksudnya adalah sekalipun Anda telah bisa menjadi orang baik, maka ketahuilah, bahwa Anda masih memiliki potensi (kecenderungan) untuk menjadi orang yang buruk dan celaka. Anda bisa saja menjadi buruk kembali pada suatu waktu nanti. Intinya, jangan pernah menganggap bahwa diri Anda adalah orang baik yang telah selamat dari kecenderungan kepada keburukan.

Kamis, 01 Oktober 2015

KONSEP DASAR ETIKA UMUM

I. Shame Culture dan Guilt Culture
Konsep Shame Culture dan Guilt Culture
Budaya malu (shame culture) merupakan budaya dimana seseorang melakukan sesuatu atas dasar malu. Malu apabila dia tidak melakukannya maka dia akan di cemooh oleh orang lain. Dan itu menjadi motivasinya.
Budaya tidak malu (guilt culture) adalah budaya dimana seseorang melakukan sesuatu atas dasar rasa tau dirinya, tau bagaimana kodratnya sebagai manusia. Budaya ini menghubungkan pelakunya dengan rasa sadar akan dosa.
J. Kebebasan dan Tanggung Jawab
Konsep dasar Kebebasan dan Tanggung jawab
Kebebasan adalah tidak dalam keadaan diam, tetapi dapat melakukan apa saja yang dinginkan selama masih dalam norma-norma atau peraturan-peraturan yang telah ada dalam kehidupan pribadi, keluarga , masyarakat, dan Negara.
Dalam arti luas kebebasan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang menyangkut semua urusan mulai dari sekecil-kecilnya sampai sebesar-besarnya sesuai keinginan, baik individu maupun kelompok namun tidak bertentangan dengan norma-norma, aturan-aturan, dan perundang-undanganyang berlaku.
Tanggung jawab secara sempit yaitu suatu usaha seseorang yang diamanahkan, harus dilakukan. Istilah dalam Islam tanggung jawab merupakan amanah. Secara luas tanggung jawab diartikan sebagai usaha manusia untuk melakukan amanah secara cermat, teliti, memikirkan akibat baik dan buruknya, untung rugi dan segala hal yang berhubungan dengan hal tersebut secara transparan menyebabkan orang percaya dan yakin, sehingga perbuatan tersebut mendapat imbalan baik maupun pujian dari orang lain.
K. Nilai dan Norma
Konsep dasar Nilai dan Norma
Nilai adalah sesuatu yang berharga, yang berguna yang indah, yang memperkaya batin, yang menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong, mengarahkan sikap dan perilaku manusia.
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi.